Dian Bakti

Menerangi Jalan Pengabdian

Sejarah Kepanduan Indonesia Era Belanda

Sejarah Kepanduan Indonesia

Gerakan Pramuka yang kita kenal saat ini memiliki akar sejarah panjang dan penuh perjuangan. Jauh sebelum secara resmi didirikan pada 14 Agustus 1961, sejarah kepanduan Indonesia telah berkembang dalam berbagai bentuk sejak masa kolonial Hindia Belanda. Perjalanannya tidak mulus, mulai dari organisasi yang dibawa penjajah hingga gerakan mandiri yang digagas oleh kaum pribumi sebagai alat perjuangan.

Masuknya Kepanduan ke Hindia Belanda

Sejak Baden-Powell mencetuskan konsep kepanduan di Inggris pada awal abad ke-20, gagasan ini menyebar dengan cepat. Belanda kemudian mendirikan organisasi kepanduan bernama Nederlandsche Padvinders Organisatie (NPO). Istilah Padvinder (Pandu dalam bahasa Belanda) kemudian digunakan secara luas di wilayah koloni mereka.

Di Hindia Belanda, kepanduan dibawa oleh P.J. Smith dan Major de Jager pada tahun 1912 sebagai cabang dari NPO. Baru pada tahun 1916, dibentuk organisasi terpisah bernama NIPV (Nederland Indische Padvinders Vereeniging).

Pada masa awal, kepanduan sangat eksklusif. Keanggotaannya hanya diperuntukkan bagi anak-anak keturunan Eropa. Diskriminasi ini terlihat jelas dalam buletin bulanan Het Indische Padvinders. Dalam salah satu edisi, terdapat ilustrasi yang menggambarkan dua pemuda Belanda berpostur tegap sedang memeriksa berkas. Ironisnya, di latar belakang tampak seorang pelayan pribumi yang membawakan teh. Ini menunjukkan posisi pribumi yang dianggap lebih rendah saat itu.

Kebangkitan Pandu Pribumi

Kehadiran kepanduan menarik perhatian tokoh nasional, salah satunya Sri Paduka Mangkunegara VII dari Keraton Solo. Beliau melihat potensi pendidikan karakter di dalamnya dan berinisiatif mendirikan organisasi kepanduan pribumi pertama, yaitu JPO (Javaanshe Padvinder Organisatie) pada tahun 1916.

Berdirinya JPO menjadi tonggak awal berkembangnya Gerakan Kepanduan pribumi di Hindia Belanda. Semangat nasionalisme yang semakin kuat mendorong berbagai organisasi untuk membentuk kepanduan mereka sendiri:

  • 1918: Muhammadiyah mendirikan Hizbul Wathan (HW), yang menanamkan bukan hanya keterampilan, tetapi juga nilai-nilai Islam dan kebangsaan.
  • 1921: Budi Utomo mendirikan Nationale Padvinderij.
  • 1926: Jong Islamieten Bond mendirikan Nationale Islamitische Padvinderij (NATIPIJ), yang menekankan pendidikan kepemimpinan berbasis agama.
Sejarah Kepanduan Indonesia

Berbagai organisasi ini tidak hanya membina karakter dan kemandirian, tetapi juga menjadi wadah kaderisasi bagi para pejuang kemerdekaan.

Asal Usul Kata “Pandu” dan Perlawanan KH. Agus Salim

Melihat pesatnya perkembangan kepanduan pribumi, pemerintah kolonial merasa terancam dan membatasi pengaruhnya. Mereka melarang penggunaan istilah “Padvinder” bagi organisasi yang tidak di bawah kendali Belanda.

Kebijakan ini memicu perlawanan dari berbagai organisasi pribumi, termasuk Sarekat Islam. Menanggapi larangan tersebut, K.H. Agus Salim mengusulkan agar istilah Padvinder diganti dengan istilah Pandu dan Kepanduan. Usulan ini disampaikan dalam Kongres Kepanduan Sarekat Islam (SI) pertama yang berlangsung pada 2–5 Februari 1928 di Banjarnegara, Jawa Tengah.

Sejak saat itu, istilah “Kepanduan” digunakan secara luas sebagai simbol perlawanan identitas terhadap kolonial.

Kepanduan Hindia Belanda di Dunia Internasional

Sejarah Kepanduan Indonesia

Perkembangan sejarah kepanduan Indonesia ternyata dipantau oleh dunia. Pada awal Desember 1934, Bapak Pandu Dunia, Lord Baden-Powell bersama istrinya (Lady Baden-Powell) dan anak-anaknya berkunjung ke Batavia (Jakarta), Semarang, dan Surabaya. Kunjungan ini menjadi bukti bahwa kepanduan di Nusantara telah diakui eksistensinya oleh gerakan internasional.

Sejarah Kepanduan Indonesia

Partisipasi Kepanduan Hindia Belanda dalam kegiatan internasional semakin nyata sejak Jambore Dunia 1933 di Hungaria, ketika mereka mengirim delegasi kecil sebagai pengamat. Empat tahun kemudian, pada Jambore Dunia 1937 di Belanda, Kepanduan Hindia Belanda hadir dengan kontingen resmi.

Kontingen ini mencerminkan keberagaman, terdiri atas pandu keturunan Belanda, bumiputera dari Batavia dan Bandung, Pandu Mangkunegaran dari Surakarta, serta pandu dari Ambon, Tionghoa, dan Arab. Keikutsertaan ini menunjukkan bagaimana kepanduan berkembang menjadi gerakan inklusif yang merangkul berbagai lapisan masyarakat.

Sejarah Kepanduan Indonesia

Di dalam negeri, semangat persatuan juga ditunjukkan lewat Perkemahan Kepanduan Indonesia Oemoem (All Indonesian Jamboree) pada 19–23 Juli 1941 di Yogyakarta. Ini menjadi simbol persatuan sebelum badai Perang Dunia II datang.

Kedatangan Jepang

Masa kejayaan kepanduan era kolonial harus terhenti ketika Jepang menduduki Indonesia pada tahun 1942. Pendudukan Jepang membawa dampak besar, di mana organisasi kepanduan dibubarkan dan dilarang.

Bagaimana nasib para pandu di masa pendudukan militer Jepang? Simak kelanjutannya dalam artikel sejarah Pramuka masa Jepang.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *